Banyuwangi -Media Indonesia Times| “Bahwa konklusi atau kesimpulan jargon ‘Mendukung Ipuk namun menolak mujiono’ bagi saya itu aneh,” ungkap Nurul Amin dalam diskusi bertajuk Segelas Kopi untuk Banyuwangi.
Apalagi, kata Emen – sapaan karibnya, penolakan itu berdasar rekam jejak skandal Mujiono di masa lalu.
“Ayolah, kita harus objektif. Bicara skandal, Abdullah Azwar Anas juga pernah tersandung, apalagi skandal politik dinasti dengan memilih istrinya (Ipuk Fiestiandani Azwar Anas) sebagai suksesor itu sebuah realita yang terjadi sekarang, jadi kalau bicara skandal jangan tebang pilih, objektif saja,” katanya.
Masih menurut Emen, penempatan ‘skandal’ dalam peristiwa tersebut ia rasa kurang tepat. Namun sah-sah saja, karena hal itu merupakan kebebasan berpendapat dan bagian daripada dinamika politik itu sendiri.
“Bukan saya menghakimi pihak lain, ini kan anda bertanya tentang pendapat saya, ya seperti itu pandangan saya. Kenapa skandal pak Mujiono saja yang diungkit, bahwa jika bicara moralitas skandal politik dinasti itu jauh lebih berbahaya, darimana dasar dukungan terhadap Ipuk namun menolak Mujiono ? Ini kan kontradiksi dan absurd (aneh),” urainya.
Kendati demikian, dalam kegiatan tersebut Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi itu berharap agar siapapun mereka yang memperoleh mandat dan amanat dari masyarakat Banyuwangi untuk memimpin daerah agar tidak menutup pintu gerbang kantor Bupati itu sendiri.
“Harapan kami kepada mereka yang berkompetisi dalam kontestasi Pilkada Banyuwangi mendatang agar memiliki komitmen untuk membuka pintu gerbang kantornya serta mengagendakan diskusi publik. Face to face dengan masyarakat sendiri itu tidak menakutkan, jujur saja ini yang tidak kami temukan pada sosok Bupati saat ini. Kiranya jika mendapat kepercayaan masyarakat Banyuwangi lagi agar kegiatan tersebut dapat dilaksanakan,” pungkasnya.(Red)