Oleh : Edy Y, Ketua LSM KEW
Setiap datangnya Tahun Ajaran Baru bagi SD dan SMP khususnya sekolah negeri, orang tua wali murid selalu menjerit untuk membeli Lembar Kerja Siswa (LKS) maupun bahan ajaran lainnya, dengan harga yang cukup besar. Seperti di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, untuk tingkat SD mencapai Rp. 750.000.
Untuk Kota Balikpapan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Balikpapan tidak henti-hentinya mengkampanyekan agar sekolah tidak menjual Lembar Kerja Siswa (LKS), Buku Pelajaran maupun Bahan Ajaran kepada peserta didik. Namun demikian “Sekolah Nakal” masih saja melakukan praktik jual buku, dengan berbagai dalih ataupun alasan.
Bahkan Disdikbud-pun telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor : 420/7884/Disdikbud, Kepada Kepala SD/SMP/Negeri/Swasta, Terkait Larangan Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS), seiring berlakunya Kurikulum Merdeka, Tahun 2023 lalu.
Tentu kita mengetahui bahwa larangan praktik jual LKS ini sudah dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 17 Tahun 2010. Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 181 menyatakan pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di Satuan Pendidikan.
Artinya silakan siswa membeli LKS di toko buku yang telah disediakan, bukan membelinya dari sekolah. Tugas tenaga pendidik atau guru adalah mendidik, bukan jualan buku di lingkungan sekolah, yang mana hasilnya keuntungannya untuk diri sendiri.
Bukan itu saja, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2016 tentang buku yang digunakan oleh Satuan Pendidikan. Tidak sampai disini, Surat Edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang Larangan Penggunaan LKS di sekolah, juga dilanggar oleh “Sekolah Nakal”.
Berdasarkan informasi dari masyarakat, untuk menghindari jenis pelanggaran, pihak sekolah menitipkan LKS ke rumah terdekat sekolah, dengan alasan sebagai toko buku. Juga ada sekolah dengan nyali yang besar menjualnya di dalam lingkungan sekolah. Semua ini bekerja sama dengan Penerbit.
Padahal seperti yang tercantum dalam Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Pendidikan, Penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan atau program pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Saat LSM Kaltim Education Watch (KEW) melakukan investigasi ke beberapa sekolah. Baik Kepala Sekolah maupun Guru hanya menjawab santai. “Masalah LKS itu simple saja Pak, karena itu buku penunjang jadi sekali lagi untuk belajar siswa. Karena setiap awal tahun buku paket yang ada kurang satu kelas”. Artinya bagi “Sekolah Nakal” sama sekali tidak mentaati aturan yang sudah ada, malah dengan sengaja melanggar.
Sebagai efek jera jika terbukti guru menjual buku LKS di lingkungan sekolah harus diberikan tindakan tegas, kasih _Punishament_ atau hukuman. Karena sudah jelas dengan sengaja melanggar aturan pemerintah.
TINGKATKAN PENGAWASAN
Sebagai tindakan preventif agar permasalah ini tidak akan terulang kembali, dengan meningkatkan pengawasan di masing-masing sekolah yang melibatkan Pengawas Sekolah yang ada di Disdikbud setempat.
Karena tugas Pengawas Sekolah adalah melaksanakan kegiatan pendampingan dalam peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah binaan, meliputi beberapa tahap, yaitu perencanaan kerja, pendampingan perencanaan program sekolah dan pelaporan kinerja yang bersiklus. Pertanyaannya, apa mungkin Pengawas Sekolah tidak mengetahui jika ada praktik jual LKS di sekolah binaannya ?
Peran serta Dewan Perwakilan Rakyat juga sangat dibutuhkan dalam melakukan pengawasan di satuan pendidikan. Legislasi, anggaran dan pengawasan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU 17/2014. Sebagai wakil rakyat tentunya mempunyai hak untuk bertindak, bilamana masyarakat menjerit terkait maraknya jual LKS dan kebutuhan sekolah lainnya.
Melalui tulisan ini kita berharap, semoga kedepannya tidak ada lagi praktik sekolah menjual LKS. Sekolah tidak lagi dijadikan “Ajang Bisnis” karena sekolah bukanlah lembaga provit. Semua ini bisa terealisasikan jika para pelaku pendidikan taat segala aturan atau tidak melanggar rambu-rambu yang ada. Tugas seorang guru adalah mendidik dan mengajar, bukan menjual kebutuhan sekolah.