Surabaya – Media Indonesia Times | Gelombang aksi unjuk rasa yang berubah menjadi anarkis di Kota Surabaya pada 29–31 Agustus 2025 berakhir dengan kericuhan dan pembakaran aset cagar budaya.
Polda Jatim bersama Polrestabes Surabaya dan jajaran Polsek berhasil mengamankan 315 orang, di mana 33 di antaranya jadi tersangka penyerangan, perusakan, serta pembakaran fasilitas publik dan kantor polisi.
Dalam konferensi pers pada Jumat, 5 September 2025, Polrestabes Surabaya Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast bersama Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Luthfi Sulistiawan menyampaikan data resmi penanganan aksi tersebut.
Sebanyak 315 orang diamankan, terdiri dari 128 anak dan 187 orang dewasa. Hasil pemeriksaan mendalam menunjukkan bahwa 33 orang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk enam anak di bawah umur.
“Kericuhan bermula pada Jumat, 29 Agustus 2025, sekitar pukul 15.00 WIB, ketika massa yang berjumlah kurang lebih 3.000 orang menyerang petugas yang sedang mengamankan depan Gedung Negara Grahadi. Mereka melempar batu, paving, hingga bom molotov ke arah polisi dan membakar kendaraan dinas yang terparkir,” tutur Kombes Pol Jules Abraham Abast pada Jumat (5/9).
Akibat serangan tersebut, delapan anggota kepolisian mengalami luka-luka. Selain itu, 26 unit sepeda motor dinas terbakar, dan bagian atap serta jendela Gedung Negara Grahadi rusak parah. “Meski aparat berulang kali memberikan imbauan persuasif, massa tetap melawan dengan tindakan brutal. Hingga pukul 16.00 WIB, polisi terpaksa menembakkan gas air mata untuk mengurai konsentrasi massa yang semakin tidak terkendali,” kata Kombes Pol Jules Abraham Abast.
Dia menegaskan bahwa massa aksi terus melakukan penyerangan hingga malam hari. Pada pukul 21.00 WIB, Pos Polisi Taman Bungkul dibakar, disusul kerusakan di Pos Polisi Karapan Sapi dan pos lantas lainnya. Bahkan, Polsek Tegalsari menjadi sasaran perusakan dan pembakaran.
“Kericuhan ini jelas melanggar hukum dan membahayakan masyarakat luas. Polisi tidak tinggal diam dan kami melakukan penindakan tegas,” tegas Kombes Pol Jules Abraham Abast.
Kombes Pol Jules Abraham Abast juga menambahkan bahwa Gedung Negara Grahadi, yang menjadi simbol pemerintahan Jawa Timur, turut diserang. Massa merusak pagar, melempar bom molotov ke ruang kerja Wakil Gubernur, hingga menjarah inventaris pemerintah berupa lukisan, karpet, kursi, dan perangkat komputer. “Hasil operasi besar mencatat 315 orang berhasil diamankan. Dari jumlah itu, 275 orang dipulangkan setelah pemeriksaan karena tidak terbukti melakukan tindakan anarkis,” tandasnya.
Sebanyak 33 orang ditetapkan sebagai tersangka, terdiri dari 27 dewasa dan 6 anak. Dari jumlah tersebut, 27 orang ditahan sementara 6 anak diserahkan ke Balai Pemasyarakatan. Barang bukti yang disita polisi mencakup bom molotov, senjata tajam, pakaian pelaku, serta barang-barang hasil penjarahan.
Para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal pidana berat, antara lain Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang, Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan, Pasal 212 dan 170 KUHP tentang kekerasan terhadap aparat, serta Pasal 187 KUHP tentang pembakaran.
Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan dan UU Darurat No. 12 Tahun 1951 mengenai kepemilikan senjata tajam dan bahan peledak. Jika terbukti bersalah, ancaman hukuman bervariasi mulai dari 5 tahun hingga seumur hidup.
Kapolrestabes Kombes Pol Luthfi Sulistiawan menegaskan bahwa pihaknya akan terus menindak tegas provokator dan pelaku anarkis.“Tidak ada ruang bagi tindakan anarkis di Surabaya. Kami tetap membuka ruang demokrasi untuk penyampaian aspirasi, tetapi setiap tindakan melanggar hukum akan ditindak sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Dengan penanganan cepat, situasi Surabaya telah berangsur kondusif. Aparat gabungan masih berjaga di sejumlah titik strategis untuk memastikan tidak ada aksi susulan. (Bagas)