“Jangan dilihat nilai dan fungsinya, yang mahal itu nilai sejarahnya”
Banyuwangi –Media Indonesia Times|
Khazanah sejarah Islam di Dusun Sukopuro RT 02/RW 02, Desa Sukonatar, Kecamatan Srono, tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Masjid At-Taqwa, masjid tertua di kawasan tersebut. Hingga kini, peninggalan sejarah itu masih berdiri kokoh sebagai bukti perjuangan dan dakwah seorang ulama besar pada zamannya, KH. Sukhaimi (alm.), atau yang akrab disapa Kyai Sukemi.
Kyai Sukemi berasal dari Begelen, Kutoharjo, Jawa Tengah, putra dari KH. Muhaiminan. Beliau dikenal sebagai pendiri sekaligus pewakaf Masjid At-Taqwa, sekaligus tokoh yang membuka lahan hutan (babat alas) hingga terbentuk sebuah perdusunan bernama Pendarungan, yang kemudian berganti nama menjadi Sukopuro.
Tak hanya mendirikan masjid, Kyai Sukemi juga mendirikan Pondok Pesantren Tauhiid. Pesantren ini menjadi pusat pendidikan tauhid dengan santri yang datang dari berbagai daerah, seperti Madiun, Kediri, Jombang, dan Ponorogo. Kala itu, bangunan pondok masih sangat sederhana, hanya berupa angkringan sebagai tempat mukim santri dan musholla untuk kegiatan ibadah, ujar Gus Miftahul Mubin, salah satu cucunya.
Pada tahun 1921 M, Kyai Sukemi membangun Masjid At-Taqwa, yang keberadaannya ditandai dengan tulisan tahun pendirian di sebuah tugu penanda waktu sholat. Masjid ini menjadi saksi perjalanan peradaban Islam di Sukopuro yang kini telah berusia lebih dari satu abad.
Seiring berjalannya waktu, masjid mengalami renovasi hingga 95% dari bentuk aslinya. Namun, masih tersisa peninggalan bersejarah berupa bedug dan tugu. Sayangnya, bedug sempat lama dibiarkan tanpa perawatan karena sudah tidak difungsikan lagi.
Inisiatif penyelamatan sejarah kemudian muncul dari Siswanto, sekretaris takmir masjid, bersama beberapa jamaah. Mereka membawa bedug ke tempat reparasi untuk diperbaiki dengan proses polishing dan pelulangan, tanpa mengubah bentuk aslinya. Bedug itu kini tampak lebih terawat dengan tempat khusus untuk penggantungannya. Biaya perbaikan mencapai Rp2 juta, yang ditanggung secara gotong-royong oleh donatur, di antaranya Maesaroh dan Mashudi.
Atas upaya ini, keluarga besar Kyai Sukemi melalui Gus Miftahul Mubin menyampaikan apresiasi. Ia berpesan agar peninggalan seperti bedug dan tugu benar-benar dijaga sebagai pengingat sejarah berdirinya masjid dan syiar Islam di Dusun Sukopuro.
“Jangan dilihat nilai dan fungsinya, yang mahal itu nilai sejarahnya. Mari uri-uri peninggalan ini agar kita tidak melupakan jejak peradaban Islam di kampung kita,” pungkas Gus Miftahul.
(Al Ashrof/MIT)