Oleh: Gus Miftahul Mubin
Miras dan narkotika bukan hanya persoalan hukum dan agama. Keduanya adalah masalah sosial yang merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Ketika kita berbicara tentang larangan minum-minuman keras dan penyalahgunaan narkoba, seringkali orang berpikir itu hanya urusan syariat. Padahal, dampaknya jauh lebih luas: mengganggu keamanan, merusak moral, bahkan menghancurkan masa depan generasi bangsa.
Alhamdulillah, Polresta Banyuwangi di bawah kepemimpinan Kombes Pol Rama Samtama Putra bersama jajaran Satnarkoba dan Perintis telah menunjukkan keseriusan dalam memberantas peredaran miras dan narkoba. Penangkapan ribuan botol arak Bali dan puluhan tersangka narkotika adalah bukti nyata komitmen aparat. Kita patut mengapresiasi kerja keras ini.
Namun, mari kita jujur. Apa artinya semua keberhasilan itu bila di sudut-sudut desa masih ada penjual miras ilegal yang bebas beroperasi? Apa gunanya ceramah para ustadz, khutbah di mimbar, dan doa orang tua, bila anak-anak muda kita dengan mudah bisa membeli arak oplosan hanya karena ada oknum penjual yang serakah?
Sebagai orang beriman, kita tentu paham bahwa miras adalah pintu segala kemaksiatan, sementara narkoba adalah racun akal dan jiwa. Tapi sebagai warga negara, kita juga harus sadar bahwa keduanya adalah ancaman serius bagi keamanan dan ketahanan bangsa. Inilah alasan mengapa larangan agama dan tindakan hukum harus berjalan beriringan.
Saya mengajak para ulama, tokoh masyarakat, aparat, dan terutama para orang tua untuk bersama-sama menjaga generasi kita. Jangan sampai kita sibuk menutup satu pintu keburukan, sementara pintu lain dibiarkan terbuka lebar. Sinergi adalah kuncinya: dakwah yang mengedukasi, hukum yang tegas, dan masyarakat yang peduli.
Banyuwangi harus menjadi contoh bagaimana agama, aparat, dan rakyat bersatu menjaga moral dan masa depan. Karena bangsa yang kuat bukan hanya dibangun oleh jalan raya dan gedung megah, tetapi oleh akhlak dan mental generasinya.
Wallahu a’lam.
Gus Miftahul Mubin
(Penulis & Pengasuh yayasan Al Ashrof)