Banyuwangi – Media Indonesia Times| Seperti daun yang kembali pada rantingnya, para alumni Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Srono kini bernama MTsN 3 Banyuwangi angkatan tahun 1988, akhirnya menemukan jalan pulang menuju kenangan. Sabtu pagi, 5 April 2025, kawasan Djawatan Benculuk diselimuti aroma nostalgia ketika puluhan sahabat lama berkumpul, membalut waktu dengan tawa dan air mata haru.
Di bawah naungan trembesi-trembesi tua yang anggun, mereka merajut ulang kisah yang sempat terlipat oleh jarak dan kesibukan. Dulu mereka duduk di bangku madrasah dengan seragam dan cita-cita, kini mereka berdiri berdampingan sebagai sahabat dalam waktu yang telah dewasa.
Sri Endah Zukaikhtul Kharimah, ketua panitia temu kangen, menyimpan haru dalam kalimat-kalimatnya. “Alhamdulillah, akhirnya kita bisa bertatap muka secara langsung. Selama ini hanya saling sapa lewat layar kecil di grup WhatsApp. Hari ini, kita menatap mata, merasakan pelukan, dan mengenang masa-masa indah di madrasah dulu,” ujarnya, penuh senyum dan mata yang sedikit basah.
Temu kangen ini bukan hanya pertemuan fisik, tapi juga pertemuan jiwa-jiwa yang pernah tumbuh bersama, yang saling menyemai mimpi di lorong-lorong madrasah. Suasana begitu hangat. Mereka tertawa saat mengenang tingkah lucu teman sekelas, terdiam syahdu saat menyebut nama guru yang telah tiada, dan saling menatap penuh rasa: kita masih di sini, kita masih satu.
Djawatan dipilih bukan sekadar tempat, melainkan ruang yang mampu merangkul kenangan. Pepohonan tua yang menjulang seperti saksi bisu akan masa lalu, seakan memeluk setiap langkah reuni dengan keheningan yang teduh.
Acara berlangsung dengan kebahagiaan yang sederhana namun dalam. Ada foto bersama di antara akar-akar raksasa, makan siang penuh cerita, dan tausiah singkat yang membawa hati kembali pada makna silaturahmi yang sejati.
Di akhir pertemuan, sebuah cita lahir membentuk paguyuban alumni. Bukan hanya sebagai wadah, tapi sebagai pelita, agar tali persaudaraan ini terus menyala, bahkan saat langkah mereka kembali pada kehidupan masing-masing.
Hari itu, di antara pepohonan dan senyum lama yang kembali, rindu menemukan rumahnya. Dan kenangan, tak lagi tinggal kenangan. Ia hidup kembali di mata, di peluk, dan di hati semua yang hadir.
(Redaksi)